Sense of Validation dari Halaman Pertama Buku Things are What You Make of Them

Sebagai followers Adam J. Kurtz di Instagram, sudah lama aku tertarik dengan buku ini. Tak menyangka ketika beberapa bulan lalu mampir ke Gramedia melihat, oh, buku ini sudah ada versi bahasa Indonesianya.

Namun, saat itu aku lebih memilih beli buku lain (sorry Adam!) dan hanya melihat-lihat isi bukunya sedikit. Sekarang, thanks to Gramedia Digital, aku bisa baca buku ini even better (tanpa beli buku fisik dan bisa dibawa kemana-mana.

Download bukunya di Gramedia Digital

So, tadi pagi sebelum jemput anak-anak sekolah aku search “Adam” (karena lupa nama panjangnya dan lupa judul bukunya), muncul puluhan buku, salah satunya buku ini.

Langsung aku download dan menyempatkan diri untuk baca sedikit.

Skip kata pengantar, mulai ke halaman pertama isi buku, aku langsung merasa “gue banget!” instan di paragraf pertama.

Begini bunyinya.

Terkadang bagian tersulit datang ketika entah sedang merenungkan proyek pribadimu atau memulai pekerjaan baru untuk orang lain. Bahkan ketika itu pekerjaan yang kamu cintai, ketika itu karya yang berusaha kamu cimpatan, untuk memulai saja rasanya mustahil. Tentu, ini adalah “kebiasaan” kita. Kita berhasil melalui perencanaan awal, kita memiliki target akhir yang telah diuraikan, kita bahkan punya tenggat, waktu, tetapi begitu memasuki bagian “melakukan” segalah hal bisa mendadak melambat.

Adam J. Kurtz

Andai aku baca ini 5 tahun yang lalu

Kira-kira aku mulai agak serius di dunia ilustrasi 5 tahun yang lalu, sepertinya saat itu aku buat instagram “oramuf” dan belum banyak yang membuat gambar, apalagi dengan ipad dan instantly hanya beberapa pekan setelah ngeposting di instagram, aku langsung dapat beberapa klien.

Tentu senang sekali, dong.

Akan tetapi, ketika memulai mengerjakan projek pertama. Owh.. painful sekali dan aku yang benar-benar buntu banget ngerjainnya.

Aku pikir, apa aku ga berbakat, apa aku ga sejago itu, dan pikiran-pikiran lainnya.

Alhasil, di klien pertama aku telat dari deadline dan di klien kedua aku ga full mengerjakan sekian puluh gambar yang diminta (hanya hitungan jari yang sampai finish).

Seandainya aku tahu itu adalah kebiasaan, seperti kata Adam J. Kurtz, aku bakal merasa itu semua adalah proses yang harus dilewati dan bakal push forward aja apapun yang terjadi.

Tak ada kata terlambat

Terkadang bagian tersulit datang ketika entah sedang merenungkan proyek pribadimu... .

Ini satu hal yang belum terlambat untuk dilakukan.

Mewujudkan proyek pribadi.

Membuat proyek pribadi mungkin lebih sulit karena kita tidak ada tuntutan untuk menyelesaikannya. Padahal, menurut beberapa ilustrator yang pernah aku baca/dengar/lihat, yang membuat kita menemukan jati diri kita di dunia sendiri adalah membuat proyek pribadi.

Misalnya, Rebecca Green menghasilkan buku pertamanya, How to Make Friend with Ghost, dari hasil proyek pribadi. Yang tadinya mau ia cetak beberapa eksemplar untuk orang terdekat atau dijual secara indie–sebelum ternyata ada publisher yang berkenan mencetak bukunya.

Can’t wait to finish reading!

Baru halaman pertama aja sudah menarik banget, kan.. Selalu senang deh kalau mendengar cerita-cerita, artikel, dan buku seperti ini tentang art and artists. Selalu ada hal baru dari pengalaman-pengalaman yang mereka jalani.

Art Progress Caturwulan I 2024

Progress over perfection! πŸ˜‰

Photo byΒ Sincerely MediaΒ onΒ Unsplash

Tak terasa sudah 4 bulan ya guys kita berada di tahun 2024. Saatnya melihat target awal tahun dan gimana progresnya saat ini.

Kita mulai dari mana ya.. Mungkin dari Canva ya yang paling kuantitatif.

Penghasilan Creator

Di bawah ini penghasilan setelah pajak dari bulan Januari hingga

Januari 2024 : $25.5
Februari 2024 : $61.78
Maret 2024 : $59.89
April 2024 : $47.12
——————————-
Total : $194.29
kalau dengan kurs Rp15.000 = Rp2.914.350

Rata-rata per bulan = $48,5725 = Rp728.587,5

Aku lupa di awal tahun nargetin nominal atau enggak karena aku cari-cari di planner ga ada. Menurutku ini sudah peningkatan dibanding tahun 2023 sejumlah $140.93 atau Rp2.113.950.

Melihat tren dari Februari ke Maret dan April yang grafiknya turun, aku agak worry juga sih ke depannya gimana. Semoga bisa meningkat lagi.

Output ilustrasi dan icon

Untuk yang satu ini aku sudah buat target dari awal tahun, yaitu 100 approved assets ke Canva setiap bulan.

Januari 2024 : 167 aset
Februari 2024 : 193 aset
Maret 2024 : 95 aset
April 2024 : 10 aset

April turun banget karena libur ramadan dan lebaran. Tahun depan mesti masuk perhitungan nih libur-liburan semacam ini.

Kalau kamu lihat di aset yang approved versus penghasilannya, di bulan Februari dan Maret kan naik ya 2-3 kali lipat dibanding bulan sebelumnya. Tapi turun di bulan April. Ini entah karena asetnya ga sedang tren atau gimana aku ga tau.

Sosial Media

Total dari Januari sampai April 2024 aku upload 13 postingan. Sempat agak banyak viewnya di reels terakhir di angka 1.544 views tapi abis itu aku posting gambar poster quotes cuma beberapa aja.

Aku masih belum dapet gregetnya main di video pendek semacam reels atau tiktok, loh. Jadi yang mulainya aja susah banget.

Yang aku lihat di akun-akun yang viewsnya banyak justru kayak banyak ngulang clipnya. Mereka tuh ga bikin art baru, melainkan lebih ke recycle video clips tentang art yang mereka bikin.

Aku belum biasa dengan flow seperti itu. Sambil gambar sambil ngerekam. Tapi kalau mereka bisa harusnya kita bisa juga kan.. Hanya belum terbiasa aja (dan membiasakan itu yang susah😭).

Oke, sekian progres untuk caturwulan pertama bulan Januari-April 2024. Semoga bulan berikutnya rencana-rencana kita tercapai semua. Aamiiiin.

Let Sketchbook be Sketch-Book

Apa yang baru di dunia seni yang tidak ada di masa-masa sebelumnya? Menurutku itu adalah menjadikan sketchbook sebagai final art.

A look at da Vinci’s sketchbook

Sketchbook telah digunakan semenjak zaman Renaissance untuk membuat sketsa, catatan, dan sekedar coretan. Yang terlintas di pikiranku adalah sketchbook milik Leonardo da Vinci yang aku tahu terpengaruh dari film da Vinci Code. Hahaha. Di bawah ini beberapa sketchnya yang kudapat dari internet:

“The Vitruvian Man,” studi proporsi tubuh manusia
invention?
kaki kuda? part of objek yang mau digambar.
campuran tulisan, sketsa kuda, pose, lingkaran, tak lupa orang di kanan atas
unfinished sketch

Dari lima sketsa di atas, Kita bisa melihat bahwa sketsa dari Leonardo Da Vinci tidak jauh dari pensil, arsiran, part of something, just curiosity, dan lain-lain yang sama sekali bukan finished painting.

Finished painting buatan da Vinci yang paling terkenal adalah The Last Supper dalam 3 tahun. Dari jenisnya saja memang tidak mungkin dibuat dalam sketchbook, yaitu berbentuk mural dalam sebuah bangunan di Milan, Italia.

The problem

At the end, artist can draw and paint anywhere. Including in their own sketchbook. Lalu masalahnya apa?

Masalahnya adalah, kita butuh tempat untuk menuangkan pikiran kasar, bereksperimen, gagal tanpa dilihat orang lain, menyusun ide, dan semacamnya sebelum membuat sesuatu yang final.

Apalagi di era sosmed seperti saat ini yang sekali kita memposting our perfect sketchbook, akan menunggu untuk postingan perfect sketchbook kita berikutnya.

Jadi, kapan kita sempat bereksperimen?

Solution?

Dalam kelasnya di Skillshare, Hedof menyebutkan bahwa dirinya membuat sketsa di kertas hvs lembaran karena ia merasa lebih ada freedom dibanding membuat sketsa di sketchbook.

Lembaran-lembaran kertas itu kemudian ia kumpulkan (sepertinya dalam binder karena di kertasnya ada lubang) dan itu menjadi sumber-sumber idenya di kemudian hari.

Seketika itu aku langsung ‘klik’.

That’s what sketchbook should be for, right?

Ternyata bukan aku saja yang merasa tertuntut untuk punya sketchbook sempurna. Artist setara Hedof pun merasa yang sama, tapi kemudian dia secara tidak langsung memberikan ide sebuah solusi.

Ya, artists butuh tempat untuk rough idea. Tempat itu juga ga mesti sketchbook, tetapi juga bisa apapun yang membuat kita nyaman. Termasuk lembaran kertas-kertas yang nantinya akan kita bukukan seperti sketch book. Hehe.

Mungkin ide lain bisa juga sebuah buku polos yang kita anggap murah, yang bukan watercolor grade, di bawah 100 gsm, sehingga kita tidak merasa bersalah hanya mengisinya dengan coretan.

Ketika 30 Hari Berhenti Menggambar Tak Lagi Menjadi Beban

Halo semua! Pertama-tama selamat Idul Fitri untuk yang merayakan, yaa.. Hari ini kita sudah resmi selesai semua liburan dan sudah beraktifitas kembali seperti biasa.

Photo by Svitlana on Unsplash

So, hari ini aku akan cerita hal yang dulu paling mengganggu aku ketika selesai liburan: perasaan bersalah karena lama tidak berkarya.

Untuk case sekarang bukan hanya liburan, tetapi juga plus bulan Ramadhan yang mana lebih dari 30 hari (mungkin 40 hari plus libur lebaran ya, tapi aku bulatkan jadi 30 hari karena di awal Ramadhan masih sempat gambar).

Dulu, aku merasa bersalah banget dan jadi sulit memulai kembali. Beda dengan saat ini yang mungkin juga karena bertambah usia dan semakin bijaksana (hahaha) aku sudah berteori kalau ini hal yang wajar dan aku bisa mulai kembali di saat aku sudah siap.

Mengapa aku sharing cerita ini? Karena aku mau teman-teman yang kebetulan baca cerita aku jadi merasa tidak menyerah dan keep going pada waktunya.

Bagaimana kita sebagai ilustrator atau pelukis itu its oke kalau kita mau berhenti sejenak entah itu seperti bulan lalu ketika Ramadhan atau ketika entah kamu burned-out atau ada masalah lain atau agenda lain di dalam hidup. Oke-oke saja kalau kamu mau stop sejenak.

Mungkin karena aku membandingkan art creation dengan regular job yang mana kamu harus show up setiap hari dan itu menunjukkan keseriusan kamu dalam pekerjaan tersebut.

Mungkin juga karena ada banyak nasihat di luar sana kalau you must create something everyday if you want to succeed.

Lalu, kapan aku mulai tersadar kalau berhenti sejenak itu tidak apa-apa?

Pertama, seperti yang tadi aku bilang karena simply semakin dewasa kita semakin banyak pengalaman dengan dunia dan semakin mengenal diri sendiri. Setelah berkali-kali stop doing something, kesal sama diri sendiri kenapa sih aku berhenti, jadi unmotivated untuk memulai, untuk ujung-ujungnya kembali mengerjakan hal yang dulu aku tinggalkan sementara itu.

It would be simpler if I just accepted it as it is dan langsung mulai ketika siap tanpa ada perasaan menyesal.

Kedua, aku baru sadar kalau aku kemungkinan mengidap ADHD. Yang mana tidak jarang kamu temukan di dunia seni. Sebagai self-assessed ADHD aku semakin menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya karena ini di luar kontrol diri.

Orang-orang dengan ADHD bisa completely lost interest in something they loved (for a moment) dan ga ada yang bisa memotivasi mereka untuk sekedar menyentuh sedikit. Yang nanti pada akhirnya, ujung-ujungnya, mereka akan menemukan kembali motivasi yang hilang itu.

So, Ramadhan telah usai dan saatnya semangat lagi untuk terus berkarya!

Analisis Affinity dan Canva Versus Procreate

Artikel ini adalah lanjutan dari artikel kemarin yang ga sanggup saya selesain kemarin.

Mengapa Procreate bisa bertahan dengan one time subscription?

Simak video mulai menit ke delapan disini:

Procreate adalah sebuah aplikasi menggambar yang diluncurkan pada tahun 2011. Keunikan Procreate dibanding pesaing yang lain karena fokusnya yang sangat kuat untuk perangkat iPad.

Saya pernah baca entah dimana kalau Procreate mendapatkan semacam kompensasi dari Apple. Saat itu saya ga terlalu tertarik jadi ga terlalu ingat juga detailnya, ya. Entah karena jumlah downloadnya atau karena Procreate khusus membuat aplikasi di Apple. Khususnya iPad.

Kemudian, Procreate leading di bidang software untuk menggambar di iPad dan dia memang fokusnya udah di iPad aja. Sehingga, dia bisa memaksimalkan potensi iPad sebesar mungkin untuk aplikasi Procreate.

Di satu sisi, ini menjadi satu kekurangan karena bila dibanding dengan beberapa aplikasi lain, seperti Adobe dengan Photoshop dan Fresco-nya, kamu bisa gambar di iPad lalu lanjut di desktop dan sebaliknya. Sedangkan di Procreate tidak bisa karena ia tidak punya aplikasi untuk desktop.

Akan tetapi, karena dia itu udah di iPad aja udah bagus banget, justru membuat orang-orang merasa ga perlu langganan Adobe kalau memang cukup untuk kegiatan menggambarnya dia. Bahkan ada loh ilustrator profesional yang bikin karyanya di iPad aja.

Alasan selanjutnya adalah Procreate itu sama seperti Adobe yang nge-leading di bidangnya sendiri. Orang-orang juga banyak yang memilih beli iPad dibanding tab lain, seperti Samsung tab dll ya karena di iPad ada aplikasi Procreate-nya.

Di forum-forum di dunia ilustrasi itu aku sering baca orang-orang yang beli iPad supaya bisa gambar di aplikasi Procreate. Nah, itu juga mungkin menjadi kompensasi tertentu ya dengan Apple. Jadi si Procreate ini punya pemasukan lain selain dari pembeli aplikasinya.

Ohya, pada 22 November 2023, Procreate sudah merilis aplikasi baru bernama Procreate Dreams yang merupakan aplikasi yang berfokus ke animasi. Harga one time purchasenya bisa dibilang murang dibanding aplikasi lain (apalagi ini one time purchase loh) di harga $19.99. Agak beda dengan Adobe Fresco yang menggabungkan animasi di Fresco, Procreate merilis aplikasi sendiri untuk animasi. Meskipun sebenarnya di dalam Procreate sendiri kita sudah bisa membuat animasi sederhana yang frame-by-frame. Aku sendiri belum coba Procreate Dreams ini karena masih banyak project yang harus dikerjakan di 2024 ini hahaha.

Sekian artikel kali ini. Semoga bermanfaat dan semakin berkualitas. See you soon!

Analisis Pasar Sofware Ilustrasi dari Case Affinity Diakuisisi Canva

Hai, semuanya! Sejujurnya, berita Affinity yang diakuisisi Canva ini membuat gue shock berat. Sebagai pengguna Affinity selama beberapa tahun belakangan (sebagai software cadangan kalau langganan Adobe habis wkwk), gue ga menyangka bakal ada akuisisi kayak gini. Apalagi dengan Canva. Gue beranggapan Affinity bakal istiqomah di jalur one-time purchase layaknya Procreate. Tapi ternyata tidak.

Apa itu Affinity

Affinity adalah sebuah program desain yang terdiri dari Affinity Designer, Affinity Photo, dan Affinity Publisher. Ketiga aplikasi tersebut setara dengan Adobe Illustrator, Adobe Photoshop, dan Adobe InDesign.

Affinity Designer pertama kali diluncurkan bulan Oktober 2014. Affinity Photo kemudian diluncurkan tahun 2015, lalu Affinity Publisher tahun 2019.

Berita Affinity diakuisisi Canva

Kebetulan, gue ikut dua grup facebook terkait Affinity dan Canva. Begitu di pagi hari buka Facebook, kaget sih pertama yang paling atas adalah kegalauan orang-orang di grup tentang berita tersebut.

Perbandingan dengan Adobe

Adobe didirikan pada 1982 (long before affinity). Adobe kemudian menjadi market leader dibidang industri software kreatif hingga saat ini.

Perihal payment, Adobe berubah menjadi subscription pada 6 Mei 2013 dengan memperkenalkan Adobe Creative Cloud (sebelumnya bernama Adobe Creative Suite).

Adobe hingga saat ini masih bertahan dengan subscriptionnya meskipun banyak yang kontra juga. Tapi pada akhirnya Adobe tetap kokoh sebagai subscription software.

Penyebabnya menurutku ada tiga. Pertama, karena Adobe adalah sofware awwalun dan sudah mendarah daging di dunia ilustrasi dan desain. Kedua, karena penggunanya sudah sangat banyak. Ketiga, karena sudah banyak tutorial dan course untuk mereka yang baru akan masuk ke dunia kreatif.

Apakah Affinity yang berkolaborasi dengan Canva dapat bersaing dengan cara yang sama?

Kalau Adobe dimulai dengan fan based yang besar di bagian software kreatif profesional, lalu merambah desain umum melalui Adobe Spark. Affinity+Canva sudah memiliki fan based yang sangat besar di dunia desain umum, baru berkolaborasi dengan Affinity yang targetnya adalah kreatif profesional. Meskipun, Affinity sudah memiliki pengguna loyal, tidak seperti Adobe Spark yang benar-benar baru.

Exciting juga sih meraba masa depan akuisisi ini. Agak berharap Adobe jadi punya pesaing yang mumpuni, tidak hanya seorang diri menjadi monopoli.

Tak Menyangka Surface Pattern Design di Illustrator Lebih Mudah dibanding di Procreate

Assalamualaikum! Di video kali ini aku cerita tentang ‘petualangan’-ku terkini di surface pattern design. Mulai dari tertarik, kesulitan, tertarik lagi, mentok lagi, dan kini menemukan lagi rasa tertarik untuk menyelami kembali. Mengapa? Begini ceritanya.

Membuat pattern di procreate

Setelah beberapa tahun lalu menyerah membuat pattern di aplikasi desktop, begitu melihat ada kelas membuat pattern di procreate aku langsung merasa “finally, this is my time!”.

Tak terasa ternyata sama saja. Aku tulis di blog post berikut untuk lebih lengkapnya. Beberapa masalah seperti hairline dan motif yang kurang menarik.

Ternyata membuat pattern di illustrator itu mudah

Lucunya, aku menemukan ‘kunci’ kemudahan membuat pattern bukan dari kelas pattern, melainkan dari kelas ilustrasi anak. Kelas yang kumaksud adalah kelas dari Lisa Glanz dengan judul “Using Procreate with Adobe Illustrator to Enhance Your Vector Drawings”.

Di bonus lesson-nya, Lisa memberikan tips untuk memberikan sesuatu yang lebih buat ilustrasi kita dengan menjadikannya pattern.

Awalnya aku ga terlalu excited ya, nonton aja sambil ngerjain sesuatu yang lain. Kemudian tiba-tiba jadi aja itu pattern. Dari yang awalnya cuma ada gambar binatang yang direflect kemudian dirotate, dia tambah dots—what am I missing??

Aku ulang lagi deh tuh. Barulah mengerti ternyata ada satu tool ajaib bernama Pattern Tool yang bisa dengan mudah membuat design apapun menjadi pattern.

Di momen itu aku seperti baru merasakan manfaat teknologi yang sesungguhnya. Hahaha.

Coba membuat pattern dengan pattern tool

Hore akhirnya jadi juga pattern pertamaku yang terlihat agak decent.

Ilustrasi sate ini sudah pernah aku buat sebelumnya. Step by stepnya aku mengikuti tutorial Lisa Glanz itu, kemudian jadi aja! It feels like magic!

It worked for simple pattern, tapi apakah bisa juga untuk pattern yang rumit?

Aku search “pattern tool” di Skillshare, beberapa kelas muncul, dan pilihanku jatuh ke kelas berjudul Learn EVERYTHING about Creating Repeat Patterns in Adobe Illustrator by Kris Ruff. Belum pernah dengar namanya, tapi kelasnya worth it banget!

Kelas ini bagus banget buat kamu yang mau tau tentang repeating pattern mulai dari nol. Juga, recommended untuk kamu yang mau mengupgrade pengetahuan tentang pattern yang saat ini sudah lebih dipermudah dengan teknologi (seperti aku).

Tidak hanya dijelaskan tentang membuat pattern menggunakan Pattern Tool, kelas ini juga menjelaskan minusnya Pattern Tool dan bagaimana cara mengatasinya menggunakan teknik pattern manual.

See you soon!

Pelajaran Setelah Rutin Ngevlog 3 Hari

halo, semua! tiga hari kemarin aku memutuskan untuk coba bicara di depan kamera, tema apapun, tanpa script, selama 3 hari. meskipun untuk video yang aku publish di blog tetap diedit untuk memotong silence, percepat sedikit (antara 1,1-1,2), dan tambah background music.

Tujuan

⁃ lebih natural di depan kamera

⁃ lancar improvisasi bicara tanpa script

⁃ tahu plus minus saat speaking sehingga bisa lebih baik

Tiga pelajaran yang aku dapat setelah tiga hari bikin video

1. Cenderung mengulang beberapa kata

“Jadi”, “nah”, “hmm”, “ya”.

Kalau ga pernah ngevideoin tanpa script pasti ga ngeh kalau saat bicara aku suka mengulang kata-kata yang sama.

2. Lebih luwes saat sudah di atas 5 menit bicara

Yang aku sadari, saat mulai pertama bicara, sepertinya kaku gitu ya. Mulai beberapa lama baru deh mulai luwes, mulai merasa seperti ‘ngobrol sama teman’ mungkin.

saat nonton ulang, justru di bagian-bagian yang agak off the topic, yang lebih menarik di tontonnya.

3. Ekspresi wajah agak berbeda dibanding saat bicara di cermin

lucu juga sih aku baru sadar kalau di depan kamera aku ky over gitu kalo mengucapkan huruf. contohnya di huruf u dan i. sepertinya seolah-olah aku berusaha supaya spellingnya jelas. jadi mulutnya agak lebay hahaha.

Lanjut kah? insya Allah lanjut karena aku merasa ada progress dari video pertama ke video kedua hingga ke video ketiga.

Beberapa progress

1. silence yang harus dipotong semakin sedikit, mempermudah editing

2. semakin sedikit take ulang

3. kualitas video semakin bagus. memang awalnya aku pakai kamera hp depan, lalu kamera hp belakang, dan di video ketiga pakai kamera dslr

4. makin cepat preparation sebelum rekaman

5. mulai kreatif dengan background dan lighting

next video…

⁃ lanjut dengan konsep talking head, mungkin beberapa shot di location yang berbeda

⁃ pakai makeup?πŸ˜‚

⁃ beresin background sebelum rekaman

⁃ tambah sedikit text di video

sampin jumpa lagi di tulisan selanjutnya. see you!

Tempat Terbaik Belajar Ilustrasi Online

Hampir 10 tahun belajar ilustrasi secara otodidak, aku bisa simpulkan inilah 3 tempat terbaik untuk kamu yang baru mau belajar ilustrasi online.

1 | Skillshare

Skillshare adalah tempat terbaik kalau kamu ingin belajar berbagai cabang seni di satu tempat. Kalau kamu sudah berlangganan (bisa bulanan atau tahunan), kamu bisa belajar dari semua kelas yang ada disana.

Ini cocok banget buat kamu yang baru belajar ilustrasi. Sebelum memutuskan untuk fokus ke satu bidang, kamu mesti tahu terlebih dahulu sebanyak mungkin terkait semua pilihan yang ada. Macam-macam bidang di ilustrasi seperti editorial illustration, children’s book illustration, watercolor, gouache, dan sebagainya.

Sedangkan kekurangan Skillshare menurutku adalah kebanyakan kelasnya tidak komprehensif, berfokus ke satu project tertentu. Bisa jadi salah satunya karena kelas di Skillshare ini langsung dibuat oleh pengajarnya sendiri, tidak ada tim penyusun ‘silabus’, sehingga kalau buat beginner memang agak tricky ya.

Mengapa? Karena sesuai dengan pepatah, You don’t know what you don’t know.

Tapi ga perlu khawatir, kamu bisa memaksimalkan jumlah course yang kamu tonton agar memperbanyak wawasan.

2 | Domestika

Perbedaan yang paling kentara dibanding Skillshare adalah di Domestika kelasnya dibeli secara satuan. Meskipun begitu, harganya ga mahal sih. Berkisar antara 70.0000-100.000an per kelas.

Untuk kelas yang komprehensif, ini worth it banget. Komprehensif? Yap, karena kelas-kelas di Domestika itu di-develop tidak hanya oleh pengajarnya, tapi juga oleh tim dari Domestika.

Eh, tapi… sekarang sudah ada yang namanya Domestika PLUS. Agak beda dengan Skillshare, untuk Domestika PLUS ini tidak semua kelas gratis. Kelas-kelas yang free to watch banyak banget sih, kamu ga bakal kehabisan tontonan deh, dan kelas-kelas gratisnya itu di-rolling per beberapa pekan.

Bedanya lagi, kelas yang bisa ditonton itu cuma free to watch aja–resources tambahan ga bisa didownload dan kamu ga bisa bertanya ke pengajarnya.

3 | Patreon

Kalau kamu sudah punya nama-nama seniman yang kamu suka, ini saatnya kamu lebih mendalam lagi mendapat ilmu dari artist tersebut.

Biasanya, Patreon menjadi satu tempat dimana pembuatnya berbagi hal-hal yang tidak ia share di tempat lain. Sekedar background story, behind the scene, dan process video adalah suatu hal yang berharga untuk kita.

Beberapa artist yang pernah aku ikuti Patreonnya adalah Emma Carlisle, Rebecca Green, Ema Malyauka, dan Fran Meneses. Kamu ga mesti subscribe setiap bulan. Menurutku beberapa bulan sekali sudah cukup untuk mendapatkan manfaat dari Patreon. Atau kamu bisa rolling artist yang kamu ikuti setiap bulannya. Misalnya, bulan ini kamu subscribe ke Emma Carlisle, bulan depan Rebecca Green, dan seterusnya.

Kelas Skillshare Mimi Purnell Illustration

Long term success for artist grow and maintain your income streams. Kelas ini dibuat oleh mimi purnell atau yang dikenal juga dengan mimimo illustration nah di kelas ini mimi ini menjelaskan ya menjabarkan tentang apa aja sih macam-macam income stream untuk para artis dan gimana sih caranya untuk mulai masuk ke dalam industri tersebut.

jadi ada tiga ada tiga income stream yang dijelaskan di kelas ini yaitu

  1. selling produk atau menjual produk dalam bentuk fisik
  2. ilustration work
  3. content creation

jadi yang ia tekankan di kelas ini adalah bagaimana kita sebagai artis harusnya mendiversifikasi income kita karena pekerjaan ini tuh nggak stabil dan dia mencontohkan dirinya sendiri. Di awal mula yang paling banyak salesnya itu adalah di etsy, sedangkan sekarang turun banget di etsy dan lebih banyak di bidang content creation.

Untuk itu setiap orang berbeda-beda. bisa jadi ada yang lebih tinggi di bagian selling produk, ada yang lebih tinggi di bidang illustration work, dan ada yang lebih tinggi di bidang content creation. Tergantung kita sendiri maunya seperti apa dan apa yang kita sebagai pribadi bisa lihat sendiri gimana plus minusnya kita.

Apakah kita lebih suka membuat content creation yang saat ini dalam bentuk video kebanyakan ya dan itu kan harus di maintain terus menerus?

Apakah kita memilih illustration work yang mana kita mesti punya channel dan mesti bisa bekerja dalam tekanan waktu

Nah, yang berbeda dari kelas lainnya menurutku itu adalah di sini dia tuh menjelaskan secara realistis gitu gimana sih sebenarnya dan berapa sih waktu yang sesungguhnya dibutuhkan untuk mencapai target kita.

Kalau yang dari kelas-kelas aku yang lain itu tuh kebanyakan kayak nggak realistis gitu loh. Jadi, ketika kita menjalankannya sendiri dan nggak mencapai apa yang kita targetkan itu jadinya kayaknya down ya kan dan malas nih ngelanjutin lagi

Sedangkan di kelas ini, aku tuh baru tahu banget dari kelas ini kalau content creation itu membutuhkan waktu 6 bulan (sampai dua tahun malah untuk realistisnya) untuk membangun sebuah bisnis content creation.

overall sih ini eye opening banget kelasnya dan teman-teman yang mau memulai karir dibilang illustration cocok banget untuk nonton kelas ini dan mungkin juga kelas-kelas lainnya di skillshare.

sampai jumpa di video selanjutnya dadah!